Jumat, 06 Desember 2013

mahasiswa kupu-kupu

mahasiswa kuliah-pulang, kuliah-pulang. 
sebenarnya kata mahasiswa kupu-kupu ini adalah kalimat yang masih ambigu bagiku . semua orang setelah kuliah pasti akan pulang tidak mungkin akan selalu berada dikampus. aku mendapat julukan mahasiswa kupu-kupu diawal aku kuliah. maklumlah, aku bukan tipe orang yang menyukai keramaian. bukan berarti aku kuper atau gag punya teman di kampus tapi ini karena duniaku bukan dikampus. kampus hanyalah tempatku mendapatkan gelas S,Ikom dan tingkat selanjutnya (amien) 

aku memang kurang teertarik dengan kegiatan di kampus kecuali ada acara yang bener-bener menarik minatku untuk datang. diawal kuliah aku tertarik untuk mengikuti Periode Ilmiah Mahasiswa, ini adalah acara tingkat universitas dan waktu yang panjang. beberapa seminar juga aku ikuti dan hanya satu yang aku ikuti atas kesadaran diriku yaitu seminar UN4U, lainya hanya datang karena wajib. :D

lalu apa yang kulakukan ketika tidak ada di kampus? 
banyak hal yang bisa aku lakukan ketika tidak dikampus, misanya nongkrong depan leptop untuk sekedar baca novel, atau ke perpustakaan untuk sekedar cucimata. setelah aku bergabung dengan salah satu gerakan sosial Akademi Berbagi kegiatanku mulai bertambah, tidak sekedar hanya menjadi mahasiswa kupu-kupu yang doyan baca. aku mulai mengenal banyak orang hebat dari akademi berbagi, dan mulai berfikir lebih jauh tentang masadepanku. selama periode ilmiah mahasiswa tersebut aku termasuk peserta yang aktif untuk datang ke desa setelah acara LIVE-In selesai. itu juga yang membuat aku jarang berada di kampus, dirumah pekerjaanku juga sangat banyak. mulai bersih-bersih, maklumlah aku tinggal dirumah sendiri, yaps sendiri hanya satu orang. orang tuaku berada di Kalimantan untuk mencari sesuap nasi dan adikku berada di rumah neneku. 

tahun keduaku di kampus aku mulai sedikit menampakan diri di kampus karena aku tergabung dalam organisasi kemasiswaan yang mau tidak mau harus ada dikampus entah hanya untuk berdiskusi dengan dosen atau membahas permasalahaan yang terjadi di fakultas. tapi tetap pada ciri khasku yang menggagap bahwa bekerja di lapangan adalah rumah untuk pulang. 

mahasiswa kupu-kupu ingin ku ubah citramu, kita mahasiswa kupu-kupu bukanlah mahasiswa cupu. kita sebagai mahasiswa kupu-kupu yang selalu dianggap remeh mari tunjukan bahwa mahasiswa kupu-kupu adalah mereka yang sedang bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih baik. proud be mahasiswa kupu-kupu
 on location sobat gunung, promasan kendal


kopdar blogger nusantara 

 2 muridku, nanda dan rindi love them <3
titik nol jogjakarta #blogger nusantara

national future education conference
jakarta

kelas akademi berbagi bereng mbak ligwina hananto,
between chief of akber salatiga and iam next chief after them :)

Rabu, 04 Desember 2013

my S

dear mr and mrs S,
sembah bakti kami para A haturkan kepadamu.

1bulan sudah kita tidak bertemu tapi rasa rindu itu mulai tak tertahnkan. kami para A ingin bertemu kalian. kami rindu kebersamaan dengan kalian, terkadang kami merasa bahwa hidup ini tidak adil. sejak kecil kami sudah kau tinggal pergi demi sesuap nasi diluarsana. apa ini tanda kami kurang bersyukur?

dear our super S,
lamanya waktu untuk kita berjumpa tidak menandakan tingkat ikatan hati kita. tapi justru inilah yang membuat ikatan itu semakin kuat. kami para A mulai beranjak dewasa dan sangat butuh kalian para mr dan mrs S. ingin kami bersatu dengan kalian di pulau yang indah itu. semoga kami selalu menjadi apa yang kalian harapkan dan kami doakan kalian selalu diberi kekuatan oleh NYA

mr S,
kami para A sayang dan bangga padamu. kau adalah pelita bagi kami, kau idola kami. meski terkadang kau mudah meluapkan kemarahan kepada kami tapi tidak ada yang lebih indah di dunia ini kecuali engkau. memiliki kau dalam hidup ini adalah anugrah terbesar kami. kau sosok yang pantas menjadi idola semua orang. tidak mudah menyerah, meski keadaan keluarga ini sulit tapi kau selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan kami. tak pernah berhenti berjuang untuk kami itu yang kau tunjukan. semoga kau lekas sembuh our super Dad, and we need you here :'(

mrs S,
sosok wanita tangguh yang setia mendampingi mr S, kau adalah sumber kekuatan terbesar kami begitu juga dengan mr S. lahir  darimu adalah anugrah terbesar dari hidup kami. kau rela mengorbankan hidup dan matimu agar kami bertahan. kau pulalah yang mengajari kami untuk selalu tegar menghadapi apapun yang terjadi dalam hidup ini. sosokmu yang pekerja keras dan engkau yang tidak akan berhenti berjuang demi kami menjadi teladan untuk hidup kami kedepan. Mom, we very miss you. we hope you always be strong wife and mom :)


cewek LEO

konyol sih kalau cerita soal ini. 
ngenes banget buat seorang Asta yang katanya temenya banyak tapi gag punya pacar.  entah mengapa aku kadang iri sama temen-temen yang udah pada punya pacar atau tunangan. :'( sementara aku masih bertahan dengan status SINGLE yang sudah hampir 1 tahun ini. terakhir kali pacaran sama si Fajar (lupa nama panjangnya, doi anak unisulla teknik lingkungan 2011) tapi jujur aku di PHP abis-abisan sama dia. itu cerita di akhir tahun 2012

selama tahun 2013 aku deket sama sahabat tercintroong, inisialnya  GAW. dan rasa suka itu muncul (secara udah lama boo kenalnya) tapi pupus ketika seorang temen ngenalin aku sama temenya, dan aku juga kenal dia di sebuah konferensi di Jakarta, aku sukaa sama orangnya. dia orang yang santun, yang bikin aku lebih seneng sama dia karna dia pake kacamata dan rajin solat. jujur dari dulu aku suka sama cowok yang pake kacamata(keliatan seksi kalau mereka pake kacamata) :D

sehabis konferensi itu aku belum ketemu sama dia lagi :'(, tapi sempet beberapa kali smsan dan rencananya abis balik dari BN2013 mau ketemu dia dan temenku tapi gag jadi karena dia ada latihan paduan suara dan aku lihat jam juga ternyata udah hampir jam 5.  

entah kenapa setelah aku inget tahun ini LEO emang belum bisa nemuin pasangan. semoga di 2014 aku bisa jalan sama mas WAP. 

kenapa sampe ngebet punya pacar? aku butuh dia karena ortu udah terlalu sibuk sama urusan kerjaan dan keluarga, sedangkan aku pengen ada yang lebih perhatiin aku :). ya maklum sebagai cewek kan mereka butuh perhatiaan yang lebih dan mereka mahluk yang lembut. apalagi cewek leo, buka link ini buat tau http://www.zodiaklopedia.com/2012/12/sifat-karakter-dan-watak-cewek-leo.html dan juga http://www.gen22.net/2009/12/sifat-dan-karakter-cewek-leo.html 

akulah cewek LEO dan shio ANJING,....

Selasa, 03 Desember 2013

JAM 2

salah satu rangkaian dari #BN2013 adalah menginap di desa Tembi. kalau sesuai yang d publish di website BN2013 saya mendapatkan homestay no 20. namun setelah sampai di lokasi ada perubahan secara mendadak, bahwa peserta perempuan akan dimasukan di homestay secara acak tidak sesuai dengan yang ditulis di web. kecewa? sangat. karena begitu mendengar hal ini saya sudah memiliki felling yang buruk akan penginapan yang akan ditempati maka dari itu saya berusaha menunggu teman-teman yang lain agar bisa mendapatkan penginapan yang lain. penginapan yang saya dapat bersama teman-teman berada di ujung salah satu sisi desa tembi. rumah joglo yang masih awet terjaga. begitu masuk saya langsung ke belakang untuk membersihkan muka, secara tidak sengaja mendapati 2 buah spring bad. tanpa pikir panjang saya bilang kepada ibu-ibu yang ada di homestay untuk memakai springbad tersebut, dan diizinkan. 2 orang teman saya mengatakan bahwa tidak kuat jika tidur hanya beralaskan tikar plastik. akhirnya kami berempat memindahkan barang kedalam. 

setelah diberi bantal dan sprei kami memutuskan untuk langsung istirahat karena badan dan mata sudah tidak mau untuk diajak berkompromi. 

jam 2 pagi,....
ditengah rasa kantuk tiba-tiba saya dibangunkan oleh salah satu peserta yang sakit dan kedinginan. dia langsung meminta jaket, dengan kondisi otak yang masihsetengah sadar saya langsung mengambilkan jaket di tas. dia masih terus kedingan dan ketiga teman saya bangun dan segera mencari bantuan ke panitia. 

sempet dongkol,
siapa yang tidak akan dongkol ketika kami tidak mendapatkan seperti yang diharapkan. stidaknya kasur untuk tidur (meski saya tidur di spring bad). panitia juga tidak ada yang stay di setiap homestay, apalagi LO. mereka hanya sms satu kali saja, seperti tidak perduli dengan peserta yang dibawahinya. teman dari si yang sakit ini koo ya ndak nyadar nek temene sakit :/

2 orang dari kami (mbak Vera dan Nova dari blogger BJN)akhirnya yang keluar sementara saya dan mbak titik berada ditempat. ada dua orang kawan yang ikut terbangun ketika mengetahui ada yang sakit. 30 menit lebih kami menunggu panitia yang akan membawa mbak ini kerumahsakit namun tidak juga datang, akhirnya ada salah satu panitia yang membawa motor ke homestay (akhirnya datang juga) ternyata dia hanya menanyakan kembali mengenai yang sakit. tidak berselang lama akhirnya mobil datang, ketika mobil datang mobil yang satunya juga ikut datang (kesasar ya oom :D)

akhirnya saya mendampingi si yang sakit, tanpa menggunakan kerudung dan masih memakai daster tidur saya ikut ke rumahsakit. tiba di RSGM(Rumah Sakit Gang Masuk, bukan nama sebenarnya) langsung dibawa ke ugd, si yang sakit awalnya gag mau dibawa ke rs, tapi daripada nanti kami yang kena lagi lebih baik dibawa ke rs biar tahu apa sakitnya.

di ruang tunggu rumah sakit saya ngobrol dengan empunya matahati.blogdetik.com dan diberi tausiah dan ilmu mengenai konsistensi dalam ngeblog. makasih oom :)

setelah adzan subuh kami kembali dari rs, dan si yang sakit ini juga turut pulang ke homestay. setelah solat subuh saya melanjutkan perjalanan ke alam mimpi. 

itulah kejadian tengah malam atau lebih tepatnya insiden jam 2 PAGI :D

Senin, 02 Desember 2013

kopdar BLOGGER NUSANTARA 2013

acara  yang kupikir akan seistimewa kota yang ditempati. tapi itu tidak masalah yang harus disyukuri adalah sebuah mendapatkan hostel yang bagus dan luar biasa nyaman. tarnsportasi yang mudah dijangkau. acara yang bikin happy meski sedikit boring. teman-teman baru dari berbagai kota yang sama sekali belum pernah bertemu kecuali mbak ihya. perjalanan yang panjang dan sedikit menyiksa darisatu lokasi ke lokasi. gagal ketemu sri sultan hamengkubuwono X. gagal dapet kaos Blogger.
amazing :D

yah setelah acara yang diatas lanjut ke part 2 yang gag kalah luar biasa. harus bangun jam 2 pagi karena ada yang menggigil gag jelas dan tiba-tiba langsung minta jaket dan selimut. but its no problem, pengalaman baru cong. itu adalah obat tidur kami buat terus melek sampai pagi. pagi hari meski gag mandi aku dan kawan-kawan baruku mb Vera, mb TiTik, ms Freddy dan mb Mia jalan-jalan keliling jogja pake trans JOGJA dari terminal giwangan. :)

Selasa, 19 November 2013

GUNUNG

pasti kalian bertanya kenapa harus sobat gunung? kenapa gag sobat pantai atau yang lain?

itu udah biasa ditanyain oleh beberapa temen, aku memilih gunung karena ini deket dengan lingkunganku. kebetulan rumahku di Kab Semarang dikelilingi oleh banyak gunung-gunung mulai dari gunung ungaran disisi barat, gunung merbabu disisi timur dan disisi tengah banyak gunung-gunung kecil seprti telomoyo dan andong. tapi alasan utama kenapa harus gunung adalah aku belajar banyak dari sebuah pengalaman di gunung Lawu,aku di gunung lawu belum pernah sekalipun sampai puncak, lho kok bisa berasal dari lawu?
lawu tempat aku pertama belajar mengenai konservasi, dapet ilmu gratis tentang konservasi yang sebelumnya gag pernah aku bayangin. lawu mengajarkan banyak hal kepadaku, bagaimana kita haru tetap melindungi budaya yang ada, melindungi tanaman yang ada, mengembangkan varietas langka yang ada. aku belajar konservasi dengan seorang mentor dari lipi. orang hebat yang aku pernah temui, dia mengajarkan kami mengenai materi konservasi yang sudah disepakati oleh National Geography. apa NG? itu impian banyak orang lho, dan sekarang aku ketemu orang NG, WWF, Pro Fauna. aaa its not my hope but i get more. hehehe


sebelum itu juga aku pernah melakukan LIVE-In atau tinggal bersama masyarakat selama kurang lebih 1 minggu. dan banyak rentetan kegiatan setelahnya mulai dari pemetaan masalah, pencarian data dan sekelumit hal-hal yang menantang aku sebagai mahasiswa tingkat 1. setelah itu kami melakukan pengabdian masyarakat, aku kebetulan membuat sebuah pengabdian masyarakat yang hanya dibilang hanya omdo tapi aku berjanji untuk merealisasikan tanpa embel-embel kampus.

disisi lain aku juga melihat begitu banyak potensi yang bisa dikembangkan dari sebuah gunung yang akhirnya membuat aku tergerak untuk membuat SOBAT GUNUNG. 

Sabtu, 09 November 2013

GEE NFEC2013















MODELS OF COMMUNICATION



Models:

·         Aim to present communication as a process.
·         It is like a map, representing features of a territory. But it cannot be comprehensive.
·         We need therefore to be selective, knowing why we are using it and what we hope to gain from it.


Transmission models - criticism

The Shannon and Weaver and Lasswell model are typical of so-called transmission models of communication. These two models also typically underlie many others in the American tradition of research, showing Source-Message/Channel-Receiver as the basic process of communication. In such models, communication is reduced to a question of transmitting information.

Although transmission models have been highly influential in the study of human communication, it can be argued that, although Shannon's and Weaver's work was very fertile in fields such as information theory and cybernetics, it may actually be misleading in the study of human communication.

Some criticisms which could be made of such models are:

The conduit metaphor

Their model presents us with what has been called the 'conduit metaphor' of communication (Reddy (1979) The source puts ideas into words and sends the words to the receiver, who therefore receives the ideas. The whole notion of 'sending' and 'receiving' may be misleading, since, after all, once I've 'sent' a message, I still have it. The underlying metaphor is of putting objects into a container and sending them through some sort of conduit to the receiver who receives the containers and takes the objects out. The important question which is overlooked is: How do the 'objects' get into the 'containers'? In other words, how do we succeed in putting meanings 'into' words and how does somebody else succeed in taking the meanings 'out of' words? Transmission models don't deal with meaning.

It's probably worth saying that that's not really a criticism of them, since they weren't intended to deal with meaning, but rather a criticism of their (mis)application to human-to-human communication. One might question how useful the application of information theory is. It may be helpful to academics in that it supplies them with an arcane vocabulary which gives them some kind of kudos. It also appears to offer a 'scientific' methodology, but it's worth bearing in mind Cherry's warning (speaking of the relationship between entropy and information):

...when such an important relationship ... has been exhibited, there are two ways in which it may become exploited; precisely and mathematically, taking due care about the validity of applying the methods; or vaguely and descriptively. Since this relationship has been pointed out, we have heard of 'entropies' of languages, of social systems, and economic systems and of its use in various method-starved studies. It is the kind of sweeping generality which people will clutch like a straw.

Cherry (1977)

1950s: Early models

Mass communication research was always traditionally concerned with political influence over the mass press, and then over the influences of films and radio. The 1950s was fertile for model-building, accompanying the rise in sociology and psychology.  It was in the USA that a science of communication was first discussed.

The earliest model was a simple sender-channel-message-receiver model.
â
Modifications added the concept of feedback, leading to a loop.
â
The next development was that receivers normally selectively perceive, interpret and retain messages.

Gerbner is important because he recognises the TRANSACTIONAL nature of much communication – ie the “intersubjectivity of communication”. The result is that communication is always a matter of negotiation and cannot be predicted in advance.

Communication to mass communication

Early on, a sub-set of models began to refer specifically to mass communication. Westley and Maclean were important in this. Their model emphasises the significance of audience demand rather than just the communicator’s purpose.

1960s and 1970s

The attention now moved away from the effects of the mass media on opinions, behaviour and attitudes, and began to focus on the longer-term and socialising effects of the mass media. The audience were less victims of the media, and more active in adopting or rejecting the guidelines offered by the mass media. This an emphasis on “an active audience”.

Nevertheless a healthy suspicion of the mass media has continued through the 1970s and 1980s, especially in terms of news selection and presentation.

A more recent development is an interest in the ‘information society’ when the ‘boundary separating mass communication from other communication processes is becoming much less clear”. There has also been an accelerating “internationalisation” of mass communication.


Basic models include:

Model
Comment
Lasswell formula (1948)
·         Useful but too simple.
·         It assumes the communicator wishes to influence the receiver and therefore sees communication as a persuasive process.
·         It assumes that messages always have effects.
·         It exaggerates the effects of mass communication.
·         It omits feedback.
·         On the other hand, it was devised in an era of political propaganda
·         It remains a useful INTRODUCTORY model
·         Braddock (1958) modified it to include circumstances, purpose and effect
Shannon and Weaver (1949)
·         Highly influential and sometimes described as “the most important” model (Johnson and Klare)
·         Communication is presented as a linear, one-way process
·         Osgood and Schramm developed it into a more circular model
·         Shannon and Weaver make a distinction between source and transmitter, and receiver and destination – ie there are two functions at the transmitting end and two at the receiving end
·         Criticised for suggesting a definite start and finish to the communication process, which in fact is often endless
Gerbner (1956)
·         Special feature of this model is that is can be given different shapes depending on the situation it describes
·         There is a verbal as well as visual formula (like Lasswell):
1 someone
2 perceives an event
3 and reacts
4 in a situation
5 through some means
6 to make available materials
7 in some form
8 and context
9 conveying content
10 with some consequence
·         The flexible nature of the model makes it useful.
·         It also allows an emphasis on perception
·         It could explain, for example, the perceptual problems of a witness in court and, in the media, a model which helps us to explore the connection between reality and the stories given on the news
Westley & MacLean (1957)
·         Another influential model
·         The authors were keen to create a model which showed the complexities of mass communication - hence the emphasis on having to interpret a mass of Xs (events which are communicated in the media)
·         It oversimplifies the relationships between participants by not showing power relations between participants
·         It makes the media process seem more integrated than it may actually be
·         It doesn’t show the way different media may have different interests of the state (eg difference between a state broadcaster and private one)

Ritual models of communication

Early models were based on a transmissive or transportation approach (ie assuming that communication was one-way). James Carey in 1975 was the first to challenge this. He suggested an alternative view of communication as ritual in which communication is “linked to sharing, participation, association, fellowship … the maintenance of society in time; not the act of imparting information but the representation of shared beliefs”.

As a result there is more emphasis on signs and symbols. Medium and message are harder to separate. Communication is seen as timeless and unchanging. The Christmas tree represents the model – it symbolises ideas and values of friendship and celebration but has no instrumental purpose. The tree is both medium and message.


Communication as display and attention

As well as transmissive and ritual models, there is a third. This aims to catch and hold our attention. The main goal is economic = consumption. This makes sense in terms of a mass media audience who use the media for entertainment and escapism. The media here works like a magnet, attracting the audience temporarily and sometimes repulsing. The theory is associated with Altheide & Snow (1979) and McQuail (1987).






 



Fun things to do:

1          Apply Shannon and Weaver’s model to an analysis of these examples of communication:

A job interview
A new photograph
A pop song

How applicable are they?
How helpful is this kind of analysis?

2          Think of other examples which illustrate the RITUAL model. Explain the shared values they seem to represent.

3          What strengths and weaknesses can you see with the ‘attention’ model?

4(a)     Draw a picture of a model trainset

4(b)     Apply to become a supermodel. Earn lots of money and then send it to Mr Barton.
            .

Rabu, 06 November 2013

JAKARTA part 1

Jakarta,
terlalu lama aku tidak menginjakan kaki ini ketanahmu yang sekarang hampir semua tertutup oleh beton. kalau boleh aku berkata jujur seumur hidupku aku baru 4 atau 5 kali datang ketanahmu. kali ini aku sudah ingin menginjakan kaki kesana sejal tahun yang lalu tapi apalah daya masalah keuangan yang menjadi kendala terbesar. kali ini ada sebuah kesempatan yang sangat berarti untukku.

berawal dari sebuah "keitidaksengajaan" mendaftar di berbagai event seminar adn perlombaan. akhirnya doaku terjawab juga. pada hari senin tanggal 30 september 2013 akau gag sengaja membuka email (mumpung ada wifi gratis) di balairung utama bertepatan dengan hari dimana aku resmi dilantik sebagai fungsionaris lembaga kemahsiswaan fakultas ilmu sosial dan komunikasi. aku membaca email yang menyatakan aku adalah salah satu peserta gelombang 2 NFEC 2013, HAH,..?? aku lupa kapan daftarnya lhoo. trus aku ngomong sama korbitbkem( Koordinator Bidang Kemahasiswaan) fakultasku oom Roy Sihaneina(ternyata bapake temenku les pas Smp :D) dan beliau langsung setuju kalau aku ngajuin dana ke fakultas karena ini membawa nama UKSW. selang beberapa hari aku ditanya Kepala jurusan apa aku serius untuk ikut acara ini dan kontribusi apa yang bakal aku kasih ke fakultas. dan 1 minggu kemudian uang yang dijanjikan cair. horeeee!!!!

pesan tiket, aku sempet bingung mau naik kereta atau naik pesawat karena ternyata tiket kereta yang ada pas tanggal itu dengan harga tiket pesawat di salah satu maskapai penerbangan hampir sama hanya selisih 30.000. tapi sesuai perjanjian dengan kampus aku harus membeli tiket kereta, akhirnya aku membeli tiket di salah satu travel di kota tercinta. naik kereta? ini pertama kalinya aku aku naik kereta, cemas udah pasti takut udah pasti nerveous bangeeet. aku memilih untuk naik kereta Argo Sindoro dari Semarang jam 5.30. 

persiapan ke jakarta, 
udah hari hari menjelang keberangkatan ke jakarta, tau sendiri lah rasanya. aku buta soal jakarta, ntah mau kemana ntar. hari selasa tangga 22 oktober aku dapet email dari youth esn yang memberiahukan soal persyaratan peserta dan rundown acara. ada satu poin dimana aku harus mencari oleh-oleh seharga 20.000 yang akan dibagikan di malam keakraban. aku membeli enting-enting gepuk dan sendal dari eceng gondok sebagai oleh-oleh yang harus dibawa. aku juga sempat bingung soal tempat nginep karena gag ada yang murah sedangkan budget dari kampus hanya kasih 250.000. --a 
aku sempet berfikir untuk nebeng ketempat kakak salah satu dosen UGM yang aku kenal. sempet yakin mau nginep disana karena deket sama lokasi dan salah satu stasiun tv nasional. tapi aku bimbang banget.

hayoo apa yang terjadi selajutnya, tunggu besok ya. udah nagntuk soalnya :o


Senin, 01 April 2013

pers dan ski


1.                                                                                                                                                                                                                                                    PENGERTIAN
            Menurut Tatang M Anirim, sistem adalah sekumpulan unsur yang melakukan kegiatan atau menyusun skema dalam melakukan tatacara suatu kegiatan pemprosesan untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan.
            Sistem Komunikasi adalah sekumpulan unsur-unsur atau orang-orang yang mempunyai pedoman dan media yang melakukan suatu kegiatan mengelola, menyimpan, mengeluarkan ide, gagasan, simbol, dan lambang yang menjadikan pesan dalam membuat keputusan untuk mencapai suatu kesepakatan dan saling pengertian satu sama lain dengan mengolah pesan itu menjadi sumber informasi.
            Sistem ini merupakan rumusan baru bagi Indonesia meskipun pelaksanaannya secara implisit telah dilakukan oleh Bangsa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, terutama melalui norma Sistem Pers Indonesia. Namun rumusan yang jelas tentang Sistem Komunikasi Indonesia masih belum dimiliki.
            Dengan merumuskan Sistem Komunikasi Indonesia maka kita akan memiliki sebuah bangunan sistem dalam berkomunikasi yang seragam serta menjadi ciri dan karakter Bangsa Indonesia. Bangunan dari sistem komunikasi Indonesia itu akan berlandaskan pada pola komunikasi yang dikembangkan di Indonesia dengan perangkat nilai dan perundangan yang ada. Sebab pola komunikasi didalam suatu negara akan menentukan bangunan sistem komunikasi yang akan dikembangkan di negara ini.
2.                              CIRI-CIRI
a.                  Sistem Pers Indonesia
Menurut Haris Sumadiria (2004) mengatakan ciri-ciri pers adalah sebagai berikut:
i.         Periodesitas. Pers harus terbit secara teratur, periodek, misalnya setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, dan sebagainya. Pers harus konsisten dalam pilihan penerbitannya ini.
ii.       Publisitas. Pers ditujukan (disebarkan) kepada khalayak sasaran yang sangat heterogen. Apa yang dimaksud heterogen menunjuk dua hal, yaitu geografis dan psikografis. Geofrafis menunjuk pada data administrasi kependudukan, seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan psikografis menunjuk pada karakter, sifat kepribadian, kebiasaan, adat istiadat, dan sebagainya.
iii.     Aktualitas. Informasi apapun yang disuguhkan media pers harus mengandung unsur kebaruan, menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi. Secara etimologis, aktualitas (actuality) mengandung arti kini dan keadaan sebenarnya, secara teknis jurnalistik, aktualitas mengandung tiga dimensi: kalender;waktu; masalah. Aktualitas kalender berarti merujuk kepada berbagai peristiwa yang sudah tercantum atau terjadwal dalam kalender. Aktualitas waktu berkaiutan dengan peristiwa yang baru saja terjadi, atau sesaat lagi akan terjadi. Aktualitas masalah berhubungan dengan peristiwa yang dilihat dari topiknya, sifatnya, dimensi dan dampaknya, kharakteristiknya, mencerminkan fenomena yang senantiasa mengandung unsur kebaruan.
iv.    Universalitas. Berkaitan dengan kesemestaan pers dilihat dari sumbernya dan dari keanekaragaman materi isinya.
v.       Objektivitas. Merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca.
3.      Ruang Lingkup
a.       Ruang Lingkup Sistem Komunikasi Indonesia
Jika ditinjau dari segi wilayah geografisnya, sistem komunikasi bisa dibagi menjadi dua, yakni sistem komunikasi di pedesaan dan perkotaan. Di Indonesia realitas  komunikasi di perkotaan dengan di pedesaan sangat berbeda jauh. Di desa, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan opinion leader (pemimpin opini, pemuka pendapat) sebagai pihak penerjemah pesan, interpretator karena kelebihannya dibandingkan masyarakat kebanyakan. Adapun masyarakat kota, sistem komunikasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan media massa mengingat ciri masyarakat kota lebih individualistis dibandingkan masyarakat desa. Ini juga sejalan dengan tingkat perkembangan pendidikan warga kota yang memungkinkan mereka lebih bergantung pada media massa.
4.                              Landasan Hukum
a.                  Sistem Pers Indonesia
pasal 15 (tentang peran dewan pers dan keanggotaan dewan pers), dan pasal 17 (tentang peranan masayarakat dalam kehidupan pers) UU no 40 tahun 1999.
Dalam pasal 6 UU Pers no 40 tahun 1999 dinyatakan, pers nasional melaksanakan peranan sebagai: a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak azasi manusia serta menghormati kebhinekaan; c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan infoemasi yang tepat, akurat, dan benar; d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Beberapa landasan hukum mengenai pers diatur melalui dewan pers.

Bab II
Ulasan mengenai keterkaitan Sistem Komunikasi Indonesia dengan Sistem Pers Indonesia yang berlandaskan pada Ideologi Pancasila
I.                                                                                                                                                                                                                                                       Pembahasan
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai Sistem Komunikasi Indonesia dan Sistem Pers Indonesia. Dalam bab II ini akan dibahas mengenai lebih dalam keterkaitan SKI denga SPI dilihat dari landasan Ideologi Pancasila yang digunakan pada kedua sistem.
1. Pancasila Sebagai Acuan Normatif Bangsa Indonesia.
Sejak dikumandangkannya teks proklamasi oleh kedua tokoh proklamator Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 silam, dan disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 agustus 1945, Indonesia telah meletakkan pandangan hidup bangsanya kepada lima sila (Pancasila) sebagaimana dapat dilihat dalam alinea ke-empat Pembukaan UUD 1945.
Dalam rumusan alinea keempat pada Pembukaan UUD 1945 itu, telah memberikan penegasan tentang fungsi dan tujuan negara Indonesia, bentuk negara dan dasar falsafah negara Indonesia.
Pernyataan yang terkandung didalam alinea ke-empat UUD 1945 itu memberikan arti bahwa fungsi, tujuan dan bentuk negara Indonesia dilandaskan kepada makna fllosofis yang terkandung di dalam kalimat sesudah kata-kata "dengan berdasar kepada" tersebut, yaitu suatu rumusan yang akhirnya dikenal dengan PANCASILA.
Sila-sila dari lima sila (Pancasila) tersebut menjadi acuan normatif bagi Bangsa Indonesia dalam melaksanakan segala bentuk kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang pada dasarnya mengatur kehidupan manusia Indonesia secara horizontal yakni bagaimana berhubungan dengan sesama nilai yang terkandung didalam Pancasila itu. Nilai inilah yang menjadi dasar negara, jiwa, kepribadian dan pandangan hidup Bangsa Indonesia.
Menjadi kepribadian bangsa memberikan arti bahwa Pancasila merupakan suatu ciri kepribadian Bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain, sekaligus memberikan watak tertentu bagi Bangsa Indonesia dalam kehidupan dan berinteraksi antar sesama. Sebagai pandangan hidup bangsa memberikan arti bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila telah diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad bagi Bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.
Pancasila diterima sebagai dasar negara, disamping sebagai pandangan hidup bangsa, berarti nilai-nilai Pancasila selalu harus menjadi landasan bagi pengaturan serta penyelenggaran negara. Hal ini memang telah diusahakan dengan menjabarkan nilai-nilai Pancasila kedalam peraturan perundangan yang berlaku. (P. Wahana, Filsafat Pancasila, 1996 Hal.65).
2. Pancasila Dalam Kehidupan Komunikasi
Jika dikaitkan dengan komunikasi, nilai yang terkandung dalam tiap-tiap sila dari Pancasila mempunyai implikasi khusus pada kegiatan komunikasi. Seperti sila pertama memberikan pengakuan secara khusus pada eksistensi bentuk komunikasi transendental, yaitu sebagai manifestasi dari pengakuan Bangsa Indonesia terhadap sesuatu yang gaib yang dipandang ikut menentukan keberhasilan Bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya. Dalam hal ini berkat doa dan kepercayaan Bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang sangat menentukan keberhasilan Bangsa Indonesia dalam berjuang memperebut kemerdekaan.
Sila kedua menuntut adanya komunikasi manusiawi dengan menerapkan etika komunikasi yang adil dan beradab, sila ketiga mengisyaratkan pelaksanaan norma-norma komunikasi organisasi, komunikasi politik termasuk komunikasi lintas budaya dan komunikasi tradisional yang bernuansa persatuan dan kesatuan, sila keempat memberikan tekanan pada pengakuan dilaksanakannya komunikasi dua arah dan timbal balik yang menghubungkan secara vertikal, horizontal maupun diagonal antara pemerintah dan masyarakat dan sebaliknya yang berorientasi pada kesamaan dan kesepakatan, baik keluar maupun kedalam dengan menggunakan model relational.
Akhirnya, sila kelima mengandung makna implikasi komunikasi sosial, komunikasi bisnis maupun komunikasi administrasi dan management dengan berorientasi pada asas keseimbangan dan keserasian bertujuan agar terjadinya perubahan sosial yang lebih baik secara material maupun spiritual.
Bila dilihat Pancasila dalam perspektif komunikasi tersebut, maka segala tingkah laku Bangsa Indonesia dalam kehidupan dan kegiatan komunikasi didalam berbagai bidang seperti bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya dan sebagainya; haruslah dilandasi oleh nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.
Sistem Pers Pancasila
Sesungguhnya istilah Pers Pancasila sudah dikemukakan oleh M.Wonohito, seorang wartawan senior kenamaan, jauh sebelum dicanangkan secara resmi oleh Dewan Pers dalam Sidang Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7-8 Desember 1984.
Alasan Wonohito untuk menampilkan apa yang ia sebutkan "Pancasila Press Theory", adalah sesungguhnyua pers tidak dapat diangkat dan tidak dapat ditinjau lepas daripada struktur masyaraktnya. Oleh karena itu struktur sosial politik bersifat menentukan bagi corak, sepak terjang serta tujuan yang hendak dicapai oleh Pers. Dan karena struktur sosial politik dilandasi masyarakat, pers pun berlandaskan atas sosial politik yang berkembang di masyarakat dan mencerminkan falsafah masyarakat".
Negara sebagai sebuah kesatuan wilayah, sebuah kesatuan politik yang memiliki otonomi untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara warga negaranya dapat dikatakan sebagai sebuah sistem makro yang mencakup beragam sistem-sistem lain didalamnya. Sudah menjadi kewajiban mutlak bagi sebuah negara untuk mampu melindungi, mengatur, dan menjaga kelangsungan sistem-sistem lainnya yang berada dibawah ruang lingkupnya.
Pers sebagai sebuah media untuk menyalurkan, untuk mewujudkan kebebasan itu sudah pasti tentunya harus mendapatkan porsi jaminan yang besar. Dalam mewujudkannya setiap negara pastilah memiliki latar belakang dan cita-cita yang berbeda, ini pulalah yang setidaknya berdampak pada diferensiasi pedoman dan aktualisasi peran negara dalam menjamin terus berjalannya sistem pers yang dipergunakan.
Untuk hal yang satu ini Indonesia terbilang berbeda dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang cenderung mengikuti teori-teori para ahli terkemuka. Indonesia “sekali lagi” mempergunakan nama Pancasila untuk mendefinisikan sistem pers yang dianutnya. Seolah terlihat begitu sakral begitu nama Pancasila dilekatkan.
Dalam pembahasannya itu Wonohito menyinggung pula empat teori pers dari buku terkenal "Four Theories of the Press" yang ditulis oleh Fred S Siebert, Theodore Peterson, dan Wilbur Schramm. Menurutnya keempat teori pers itu menurutnya boleh kita tambahkan satu sistem lagi, yaitu Pancasila Press Theory, sebab falsafah Pancasila melahirkan teori pers sendiri, yang tidak termasuk dalam empat teorinya Siber, Peterson dan Schramm itu.
Intisari keputusan sidang pleno XXV Dewan Pers mengeani pers pancasila itu, adalah sbb;
  • Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
  • Pers Pembangunan adalah Pers Pancasila dalam arti mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam pembangunan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan pers itu sendiri.
  • Hakikat Pers Pancasila adalah Pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat dan kontrol sosial konstruktif. Melalui hakikat dan fungsi pers pancasila mengembangkan suasana saling percaya menuju masyarakat terbuka yang demokratis dan bertanggung jawab.
Hingga kini perdebatan mengenai definisi konsep dari sistem pers Pancasila masih saja terjadi, dan belum mencapai satu kesespakatan pasti. Namun menurut Bappenas sistem pers Pancasila, yaitu pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab serta lebih meningkatkan interaksi positif serta mengembangkan suasana saling percaya antara pers, Pemerintah, dan golongan-golongan dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu tata informasi di dalam kondisi masyarakat yang terbuka dan demokratis1.


Daftar pustaka
Agus Sudibyo, 2001, Politik Media dan Pertarungan Wacana, LkiS, Yogyakarta.
Nurudin, 2004, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta
Harris Sumadiria, 2005, Menulis Artikel dan Tajuk Rencana, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Tribuana Said, 1988, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila, CV Haji Masagung, Jakarta.
Maswadi Rauf, 1993, Indonesia dan Komunikasi Politik, Gramedia, Jakarta.
Undang-undang nomer 40 tahun 1999.